Siapa Yang Dapat Menjawab Pertanyaan-Pertanyaan ku

Amina memandangi bangunan itu. Ketika dia mendaki bukit saat dia berjalan menuju ke kota, pemandangan itu telah menghentikannya 100 meter lebih cepat dari tujuannya. Seorang wanita Muslim muda meraih tas kainnya yang menyilang di pundak kanannya, meraih sebuah botol air, menenggak isinya yang suam-suam, dan takjub untuk beberapa menit pada struktur di samping jalanan di depannya. Hal itu dipastikan tidak salah ketika temannya memberitahu seperti apa bangunan itu. Ini adalah bangunan yang dia lihat dalam mimpinya dua malam yang lalu.

 

Amina belajar untuk menghargai kunjungan-kunjungan tengah malamnya dan yakin waktu dia bangun bahwa bangunan itu adalah nyata. Mimpi-mimpi itu telah beberapa bulan menjadi pengalaman yang sangat luar biasa di usianya yang baru dua puluh dua tahun. Dia sekarang tahu, pria yang muncul kepadanya hampir setiap malam adalah Nabi Besar Isa. Tapi kebanyakan, ada beberapa hal yang dia tidak tahu. Mengapa Isa memperhatikan seorang wanita lajang yang tidak penting di sebuah kampung Palestina? Apakah ada sesuatu yang DIA mau untuk Amina lakukan? Bagaimana kehardiranNya membuatnya merasa sangat dikasihi amat dalam? Dapatkah seseorang memberitahunya tentang arti mimpi-mimpi itu?

 

Tiga malam yang lalu, Amina akhirnya berbicara kepada Isa (dia seharusnya menyebutnya berdoa, tapi kepada seorang nabi?) dan bertanya kepadaNya untuk setiap pertanyaan di pikirannya. Malam berikutnya, bangunan itu muncul padanya—bukan Isa, hanya bentuknya saja—dan dia tahu dia harus menemukannya. Ketika dia kembali berjalan, pintu depan bangunan itu terbuka, dan seorang pria melangkah masuk pada siang hari. Amina adalah yang terdekat dari ketiga orang di jalanan, jadi pria itu mengenalinya segera dan menyadari Amina berjalan menuju ke arahnya, langkah-langkah yang mempunyai tujuan pasti. Pria itu memperhatikan kedatangan Amina sampai dia cukup dekat ketika pria itu dapat berbicara kepadanya tanpa berteriak.

 

“Dapatkah saya bantu dengan sesuatu?”

 

Amina memandangnya secepatnya seperti dia tidak mengerti pertanyaan itu. “Aku tidak yakin. Aku tidak tahu pasti mengapa aku di sini.” Amina menyadari pria itu tidak menakutkannya. Ada kehangatan darinya yang mendorong Amina untuk melanjutkan dengan kenyataan aneh tentang kehadirannya di kota itu. Amina mengangkat tangan kanannya yang kaku menuju pintu di mana pria itu muncul. “Aku melihat bangunan ini dalam mimpi.” “Aku melihat.” Pria itu menyilangkan tangannya, mengangkat tangan kirinya ke wajahnya, dan mengusap janggutnya. “Kamu punya mimpi-mimpi lainnya akhir-akhir ini, betul?

 

Kedua mata Amina menghunjam dari wajah asing kemudian bangunan dan kembali ke pria itu. “Ya, ya aku punya.”

 

Pria itu melihat hampa pada Amina. Kemudian kedua matanya bersinar, dan dia menganggukkan kepalanya dengan salam. “Namaku adalah Jamal. Aku kadang-kadang bertemu orang yang mempunyai mimpi-mimpi tentang Isa. Itu mengapa aku bertanya. Aku juga punya sebuah mimpi tentang DIA beberapa tahun yang lalu.”

 

Jamal memiringkan badannya dekat ke Amina dan berbisik, “Mimpi-mimpi tentang Isa mengubah semuanya dalam hidupku.”

 

Jamal mengundang wanita itu masuk untuk berbicara. Amina menjawab pertanyaan-pertanyaannya untuk pria itu dan menjelaskan seberapa lama Amina telah mencoba untuk mendapatkan jawaban. Hampir tiga jam, Jamal dan Amina menceritakan semuanya apa yang telah dia bayangkan tentang Isa. Jamal menyimpulkan waktu bersamanya dengan memberi Amina Kitab Suci yang Jamal telah pakai untuk menjawab banyak pertanyaannya yang dengan senang hati Amina memasukkannya ke dalam tasnya.

 

Mempelajari Injil satu malam, Amina sadar bahwa rute perjalanan Isa sepertinya membawa DIA melalui desanya.