Mengapa Allah Mau Menyelamatkan Ku

Habib melihat wajah Danny memucat ketika dia mengamati Habib dan memahami parahnya kondisi temannya itu. Prajurit itu membuka pintu belakang mobil dan mendekat ke kepala yang luka.

 

“Habib, jangan beritahu siapa pun.” Dia menarik sebuah kartu dari kantong rompinya. “Kamu harus mengambil identitas militerku dan langsung ke Rumah Sakit Hadassah di Gunung Scopus. Kamu dan aku besarnya hampir sama dan mirip, jadi mereka tidak akan banyak tanya. Kamu harus melakukan ini.”

 

Habib meraih tangan prajurit yang memegang identitasnya. “Kamu akan dikeluarkan dari Kekuatan Pertahanan Israel (KPI) dan dipermalukan untuk melakukan ini, Danny.”

 

“Itu tidak penting. Pergilah, temanku.”

 

Beberapa menit kemudian, para dokter bedah di Rumah Sakit Hadassah percaya kalau mereka telah mengoperasi seorang prajurit Israel yang menjadi korban kecelakaan tembak. Hanya ketika sang empunya identitas yang asli muncul keesokan paginya untuk mengunjungi pasien mereka dan menceritakan cerita lengkapnya.

 

Kebencian Habib kepada orang Yahudi telah menggerogoti lebih jauh ketika, jauh dari mempermalukan Danny, pemerintah Israel melabeli dia sebagai pahlawan karena pengorbanannya dan komitmen untuk perdamaian. Dan mungkin yang paling mengganggu adalah semua sikap lamanya, para staf perawat melanjutkan kebaikan mereka dan kemanusiaannya walau ketika mereka mengetahui bahwa Habib adalah seorang Palestina.

 

Sepanjang minggu-minggu penyembuhannya, satu pertanyaan menguasai pikiran Habib: Mengapa Allah menyelamatkanku dari kematian? Pastilah kalau tidak begitu dia bergabung dengan sebuah kelompok militan seperti Hamas dan bertempur menghancurkan Israel.

 

Pertanyaan itu berjalan-jalan dalam pikirannya ketika dia terbawa tidur pada suatu malam selama minggu ketiganya di rumah sakit. Ketika lampu menyorot dari pintu di kamarnya, dia mengira salah seorang perawat sedang melakukan cek rutin. Tapi ketika Habib menyadari tempat di mana dia berbaring bukanlah di kamar rumah sakit yang dia tiduri, dan sinarnya datang dari… seorang lelaki. Sesuatu yang besar lewat di antara mereka seperti seseorang berbicara tiga kata: “AKU mengasihimu, Habib.”

 

Habib terbangun di dalam kamarnya di pusat pengobatan dan tahu bahwa lelaki di dalam mimpinya adalah Isa. Terpacu oleh beberapa pengulangan dari kunjungan yang sama, Habib menemukan sebuah Kitab Suci dan membaca semua Perjanjian Baru di minggu berikutnya.

 

Sekarang Habib mempunyai pertanyaan baru: Bagaimana aku telah melewatkan Isa selama ini? Sepertinya hal tersebut sangat ironis mengingat bahwa ia dan Juruselamat barunya lahir di kota yang sama, Bethlehem di Palestina.