Apa Kebenaran Tentang Allah

Mata Lelaki itu telah mempesona Jamila. Jamila memandangi ketika DIA melangkah mendekat dan melingkarkan kedua lenganNya yang kuat ke atas pundaknya. Lipatan-lipatan putih dari lengan jubahNya hinggap di badan Jamila. “Jamila, mereka mengasihimu karena AKU mengasihimu.”

 

Batuk dari seorang laki-laki memotong mimpinya, dan mata Jamila terbuka lebar. Dia berbaring kembali di kasurnya, memandangi kegelapan, dan merasakan berat akan tubuh suaminya bergerak di sampingnya. Apa yang akan dia pikirkan apabila dia ceritakan mimpi-mimpinya? Dia menjawab tangkisan dalam pikirannya. Itu sudah ketiga kali Isa mengunjunginya sejak waktu dia ke klinik. Dan itu adalah sebuah kunjungan. Malam-malam sebelumnya, DIA telah berbicara kepadanya seperti seorang teman, atau mungkin lebih seperti seorang konselor. DIA menjelaskan hal-hal yang orang lain tak dapat lakukan—atau seharusnya—tahu tentang dia. Ketakutannya, kesalahan, kekuatiran, keegoisan, bahkan nafsu-nafsunya. Namun percakapannya sepertinya sangat aman padaNya.

 

Jamila tak yakin bagaimana  dia tahu bahwa itu adalah Isa. Apakah DIA memperkenalkan DiriNya sendiri? Tidak, bukan seperti itu. Pertama kali mereka bertemu, DIA hanya mengira Jamila kenal siapa itu Isa. Dan itu adalah cukup. Setelah itu, tak ada yang diragukan lagi. Isa ingin menjadi temannya. Tapi seorang nabi besar berbicara kepadanya dalam mimpi, meminta sebuah persahabatan? Apakah artinya itu? Dan kemudian malam ini. DIA tak pernah berkata sebelumnya, “AKU mengasihimu.”

 

Jamila berdiri di sisi pintu dengan kelima anak-anaknya. Dia menyapa Suhad dengan anggukan, dan ketika Jen muncul di belakang perawat, Jamila meraih lengannya. “Aku harus berbicara dengan mu.” Jen merasakan desakkan, tapi melihat adanya kegairahan daripada ketakutan pada wajah Jamila.

 

“Isa muncul dalam mimpiku semalam—lagi! Ini adalah kali ketiga!”

 

Jen melirik kepada Suhad, dan kemudian fokus kepada seorang ibu yang beranak sebelas. “Kamu adalah Jamila, bukan? Kamu datang ke klinik pada hari pertama.” Jamila mengangguk perlahan, tersenyum yang Jen ingat, dan melirik lewat pundaknya untuk memastikan tak seorangpun mendengarkan percakapan mereka.

 

“Ya, Jamila. Aku senang untuk berbicara dengan mu. Aku ingin mendengar lebih banyak tentang kunjungan Isa kepadamu.” Jen telah mendengar tentang meningkatnya jumlah dari pertemuan antara orang Muslim dan Isa tapi tidak mengenal pada saat pertamanya. Pikiran yang Isa telah datang untuk melihat wanita ini mengejutkan pekerja kesehatan muda ini.

 

Jen dan Suhad menuntun Jamila ke dalam ruang periksa di mana Jamila menceritakan pengalamannya bersama Isa. Anak-anak Jamila mengerumuninya untuk mendengarkan ceritanya juga. “Aku merasakan kasihNya, dan aku tidak mau DIA pergi. Dan DIA menyebutmu—klinik! DIA berkata kamu mengasihiku karena DIA juga mengasihiku. Apa artinya itu?”

 

Jen menyambut pertanyaan Jamila ketika dia mengakhiri ceritanya. “Isa telah mempunyai rencana untuk mu, Jamila. DIA memimpinmu ke sini, ke klinik supaya kamu dapat melihat kasihNya melalui kami, para pengikutNya. DIA ingin kamu jadi pengikutNya juga.

 

Kedua mata Jamila menjelajah dari Jen kepada Suhad dan kembali ke Jen. “PengikutNya?” Dia berdiam sejenak untuk berpikir. “Aku pernah menonton acara televisi dan mendengar seorang pendeta radio yang berbicara tentang hal seperti itu. Tapi maksudku mereka tidak mungkin bermaksud bahwa aku, seorang Muslim, seharusnya mengikuti Isa.

 

Suhad menyentuh lengan Jamila. “Kamu tidak sendirian. Banyak orang Muslim lainnya berjumpa Isa hari ini. Kami tahu bahwa hal ini sangatlah berbahaya untuk mu, dan kami tidak meremehkan masalah-masalah yang mungkin menghampirimu. Tapi Isa memilih untuk mengunjungimu, Jamila. DIA menawarkanmu kasihNya dan pengampunanNya. Isa membuat semuanya ini terjadi—pengumuman tentang klinik pengobatan yang dipasang di masjid, kamu datang ke klinik, para dokter yang dapat menolongmu, kemudian mimpi-mimpimu. Itu semua direncanakan oleh DIA. Isa peduli apa yang terjadi padamu.”

 

“Tapi mengapa Isa? Mengapa aku? Aku tahu DIA adalah seorang nabi yang besar yang kami hormati, tapi sepertinya kalian memandang DIA berbeda. Mengapa DIA datang kepadaku seperti ini? Mengapa aku sangat dihargai? Aku hanya seorang ibu. Mengapa Isa tidak menampakkan kepada suamiku?”

 

“Kamu punya banyak pertanyaan, Jamila,” lanjut Suhad, “dan aku akan melakukan hal yang sama juga, jika Isa menampakkan kepadaku. Tapi kamu harus ingat bahwa DIA melakukan itu karena DIA mengasihi kami, dan DIA sangat lebih dari hanya seorang nabi—bahkan yang terbesar.”

 

Jen mengarahkan kelima anak itu kembali ke ruang tunggu dan mengurus kunjungan mereka ke Dr. Lynn. Menyembuhkan penyakit fisik adalah pekerjaan dari tim klinik, menyembuhkan jiwa adalah panggilan dan alasan utama, jadi Suhad memberikan waktu pagi harinya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan Jamila dan menjelaskan tentang Injil. Jamila mengalami kebebasan dalam jiwanya selama berbicara dengan Suhad. “Aku tidak pernah merasakan kasih sekuat ini ketika Isa berbicara kepadaku. Aku memang perlu DIA. Aku perlu pengampunanNya. Aku telah bekerja selama hidupku untuk menyenangkan Allah. Tapi Isa ini telah mengubah pemikiranku. Aku boleh mati untuk hal ini, tapi aku harus mengikutiNya. Aku harus.”